Oleh ABDUL MUID BADRUNOLEH ABDUL MUID BADRUN Banyak di antara kita salah memahami ilmu yakin. Kita sering ragu akan janji Allah bahwa bersama kesulitan ada kemudahan. Padahal firman Allah, "fainna ma'aal 'usri yusra. Inna ma'al 'usri yusra" itu diulang sampai dua kali. Bahkan ahli tafsir menyatakan, ketika ada satu kesulitan, maka akan ada dua kemudahan. Namun, mengapa kita sering tidak yakin bahwa selalu ada jalan keluar otomatis dari Allah atas setiap kesulitan dan masalah yang menimpa kita? Kita sering merasa tidak yakin atas setiap kesulitan yang dialami dan atas setiap masalah yang terjadi. Bahkan, atas setiap kekurangan rezeki. Apalagi di masa pandemi seperti saat ini. Keraguan akan janji Allah itu begitu kuat sekali. Padahal, Allah menjamin rezeki semua mahkluknya, dari yang terbesar sampai terkecil QS Hud 6. Itu artinya apa? Kita masih ragu dan belum yakin pada janji-janji Allah dalam Alquran. Yakin kepada Alquran merupakan rukun iman. Dengan demikian tidak pantas jika kita meragukan janji Allah tentang rezeki di Alquran. Namun demikian, terkadang kita tidak tahu, hikmah di balik setiap peristiwa. Manusia lebih suka mengeluh, persis seperti diceritakan Alquran QS al-Baqarah 286; QS al-Ankabut 2. Diberi sakit, mengeluh, kehilangan uang mengeluh, bisnis rugi mengeluh, diberi kesusahan sedikit saja mengeluh, seolah lupa bahwa Allah Maha Teliti, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Pemberi, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang. Jadi tidak mungkin muncul peristiwa dan apapun yang diciptakan Allah tidak ada gunanya. Manusia hanya diminta bersyukur agar Allah menambah nikmat-Nya QS Ibrahim 7. Demikian pula, sebaik-baik doa, artinya termasuk saat kesusahan sekalipun adalah dengan mengucap “Alhamdulillah" segala puji hanya milik Allah. Kalaulah dibuka sedikit saja pintu hikmah, kita akan melihat setiap peristiwa yang terjadi pada kita adalah baik bagi kita sekali lagi baik bagi kita. Mari belajar dari kisah Nabi Musa. Ketika Nabi Musa dan rombongannya dikejar Firaun dan tentaranya, sehingga terjebak di pinggir lautan. Secara akal manusia, Nabi Musa dan rombongannya akan tertangkap Firaun. Rombongan Nabi Musa sudah ketakutan akan terbunuh oleh Firaun dan tentaranya. Namun, Nabi Musa yakin sekali lagi yakin bahwa Allah akan menolongnya. Barulah turun perintah untuk memukulkan tongkat Nabi Musa sehingga lautan berubah menjadi daratan, dan selamatlah Nabi Musa dan rombongan. Padahal itu hanya tongkat biasa, tapi karena Allah yang menurunkan perintah, maka apapun bisa terjadi. Kalau Allah mau, selalu saja ada jalan atas setiap masalah. Kun fayakun!. Pertanyaannya, sudahkah kita mendekat pada Allah? Sudahkah kita yakin pada Allah? Itu masalahnya. Dari sinilah, para ulama membagi ilmu yakin terdiri atas tiga tingkatan. Pertama, 'ilmu al-yakin contohnya bersama kesulitan ada kemudahan. Kedua, 'ain al-yakin contohnya setelah melihat sendiri adanya kemudahan baru yakin. Ketiga, haq al-yakin contohnya setelah merasakan langsung kemudahan itu baru yakin itu benar. Kita termasuk tingkatan yang mana? Wallahu a’lam.
Halitu ditegaskan oleh KH M. Luqman Hakim bahwa ilmu yang didapat oleh manusia harus bisa menuntunnya ke jalan Allah SWT. Karena kalau tidak, ilmu itu laksana fakta-fakta sunyi tanpa ruh. "Ilmu pengetahuan itu laksana bintang yang mengetuk pintu hatimu, agar bangun dari lelap tidur kealpaannya, untuk terus membubung menuju Ma'rifah kepada-Nya.
Hakekat Ilmu Yakin dalam Islam Pada kesempatan kali ini, saya akan bahas mengenai bab YAKIN. Seberapa yakinkah kita dengan agama yang kita anut. Apakah kita beragama cuma ikut-ikutan /taklid saja kepada keluarga atau ulama? Dan ibadah yang selama ini kita kerjakan apakah itu sekedar memenuhi kewajiban gugur kewajiban ataukah dilandasi ketulusan dan kecintaan kepada Allah? Nah, pada umumnya seseorang yang beragama didasarkan atas salah satu dari 3 keyakinan berikut ini 1. Ilmul Yaqin 2. Ainul Yaqin 3. Haqqul Yaqin Isbatul Yaqin 1. Ilmul Yaqin Ini adalah tingkatan terendah dari suatu keyakinan beragama. Misal seseorang mendapat pengetahuan dari si A yang mengatakan bahwa di Jawa Tengah terdapat candi borobudur, padahal si A tidak pernah ke Jawa Tengah. Jadi pengetahuan yang didapat dari si A hanyalah pada tataran teori belaka. Seseorang yang beragama pada tingkat ini hanyalah yakin karena “kata orang”. Maka ia pun akhirnya menerima saja apa yang dikatakan oleh orang-orang tanpa melakukan penyelidikan atau mendalami secara sungguh-sungguh agamanya sendiri. Jika agamanya sendiri tidak pernah dikaji lalu bagaimana mau mempelajari agama orang lain? Yang terjadi kemudian adalah sikap memusuhi agama diluar dirinya. Merasa diri paling benar bahkan mengkafirkan yang lain. Menyalah-nyalahkan ajaran agama orang lain seakan-akan dirinya adalah orang yang paling benar. Simak dan renungkan ayat berikut Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diolok-olokan lebih baik dari mereka yang mengolok-olokan… Al Hujaraat 49 11 Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah mau mencaricari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan bangkai daging saudaranya sendiri ? Al Hujaraat 49 12 Orang pada tataran ilmu yaqin ini biasanya mudah diprovokasi dan dihasut contohnya ya teroris seperti Noordin M Top, dan para pelaku bom bunuh diri yang membunuh orang-orang yang tidak bersalah. Teroris seperti mereka selalu memahami jihad dengan berperang. Kalo tidak berperang serasa kurang afdhol. Lebih suka mati medan berperang ketimbang mati di meja belajar. Padahal ketika meledakkan diri, mereka tidak sedang diserang malah justru menyerang orang yang tidak bersalah. Orang yang seperti inilah yang menghancurkan nama baik Islam sebagai agama yang mengajarkan kedamaian,tindak seperti itu melakukan kerusakan di muka bumi. Nah, bagi mereka yang masih pada tahap ilmul yaqin, sholat lima waktu yang dikerjakan masih sulit untuk khusyu’ karena hanya gerak fisik belaka sholat raga. Ibarat orang yang sedang menghormat dan berbicara kepada raja tapi rajanya tidak ada di depannya. Ini yang disebut menyembah adam sarpin kekosongan. Ibarat menyumpit burung tapi burungnya tidak ada, yang disumpit adalah kekosongan. Sholat seperti ini sia-sia karena tidak mampu menghadirkan zikir didalamnya. Padahal sholat itu haruslah dapat menghadirkan zikir sebagaimana yang diperintahkan Allah “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, Maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk berzikir kepadaKu”. Thaahaa 20 14 Mengapa sholatnya seseorang harus mampu menghadirkan zikir? Sebab dengan zikir akan hadir ketenangan, kedamaian dalam batin dan pikiran kita. Kalau batin dan pikiran sudah tenang maka hawa nafsu bisa dikendalikan. Dirinya akan mampu melihat mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Sholat yang mampu menghadirikan zikir inilah yang akan mampu mencegah manusia dari berbuat keji dan mungkar “Dan sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”. Al Ankabuut 29 45 Bagi mereka yang tidak mampu menghadirkan zikir ketika sholatnya maka sholatnya tidak akan mampu mencegah diri mereka dari berbuat keji dan mungkar. Sholatnya tidak salah! Tapi orang yang mengerjakannya yang lalai. “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya” Al Maa’un 107 4-5 Tidaklah heran jika kita sering melihat orang rajin sholat, punya pengetahuan agama yang luas tapi malah jadi tersangka kasus korupsi. Kerjanya sih di Departemen Agama tapi malah tempat kerjanya dijadikan lahan korupsi. Inilah tandanya orang yang melalaikan sholat. Rajin ibadah ritual tapi masih suka KKN, dengki, suka bergunjing, memfitnah, dan melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Inilah ibadah yang sia-sia karena cuma berolahraga saja dan tidak menghujam ke dalam batin. 2. Ainul Yaqin Tahapan ini lebih tinggi dari yang ainul yaqin. Misal seseorang diberitahu oleh si A bahwa di Jawa Tengah terdapat candi borobudur. Dan ternyata si A pernah ke Jawa Tengah melihat candi borobudur. Jadi pada tahapan ini seseorang mendapat pengajaran dari si A yang pernah mengalami atau praktek. Si A bukan hanya tahu secara teori tapi ia telah membuktikannya dengan pergi ke Jawa Tengah. Dalam kaitannya dengan agama, orang yang berada pada tingkatan ini adalah orang yang sedang “mencari Tuhan”. Pencariannya meliputi penelitian melalui buku-buku, bertanya kepada orang-orang mengenai masalah Ketuhanan/spiritual dan orang yang ditanya pun tidak hanya pandai berteori namun sudah mempraktekannya juga. Sholatnya orang yang telah mencapai tahap ini tentu akan lebih baik lagi karena akan mampu menghadirkan zikir dalam sholatnya sehingga dapat mencegahnya dari berbuat keji dan mungkar. Namun demikian bagi kita yang telah mencapai tahap ainul yaqin jangan puas dulu. Perjalanan belum selesai cak! kita harus terus meningkatkan keyakinan kita sampai kita tahapan yang nyata dan terbukti. Kita harus pergi ke Jawa Tengah untuk menyaksikan candi borobudur tersebut agar haqqul yaqin. Mereka yang telah mencapai tahap ainul yaqin seringkali terjebak berpuas diri dengan keyakinan atau pengetahuan yang dimilikinya. Mereka merasa cukup puas mengerjakan rukun iman dan rukun Islam tanpa berusaha mencapai makrifat kepada Allah. Sebagian dari mereka sering berceramah tentang keutamaan mendapat lailatul qadr tapi mereka sendiri tidak pernah mendapat atau mengalami pengalaman lailatul qadr. Sering juga berceramah Isra Mikraj tapi tidak pernah mengalami Isra Mikraj. Kita ternyata cuma bisa kebanyakan berceramah teori tanpa bisa membuktikan ceramahnya. Padahal di Al Quran kita telah di ingatkan agar jangan cepat berpuas diri Katakanlah “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang amat rugi perbuatannya?” Yaitu orang yang sia-sia perbuatannya ketika hidup di dunia sedang mereka mengira bahwa mereka melakukan perbuatan yang baik” Al Kahfi 18 103-104 3. Haqqul Yaqin Isbatul Yaqin Inilah tahapan keyakinan yang tertinggi. Dalam hal ini kita bukan hanya mendengar cerita saja bahwa di Jawa Tengah ada candi borobudur, namun kita mengalaminya sendiri dengan pergi ke Jawa Tengah. Kalau sudah ke Jawa Tengah dan melihat sendiri candi tersebut tentu keyakinannya sangat kuat sekali. Inilah kebenaran yang haq nyata dan terbukti isbat. Dalam kaitannya dengan keyakinan beragama, orang yang telah mendapat haqqul yaqin adalah orang yang telah mencapai makrifat kepada Allah. Orang yang telah bermakrifat berarti ia mengenal Af’al-Nya, Asma-Nya,Sifat-Nya dan Dzat-Nya. Ia akan mendapat ilmu langsung dari sisi-Nyaladunni. Perihal ilmu laduni ini telah disampaikan juga melalui Al Quran “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”. Al Kahfi 18 65 “Dan bertakwalah kepada Allah niscaya Dia akan mengajarimu”. Al Baqarah 2 282 Manusia yang telah mendapat ilmu laduni berarti telah mendapatkan kebenaran yang Haq. Tidak ada keraguan sama sekali. Mereka pun telah mencapai Mikraj, bertemu dengan Allah. Bagi mereka, Isra Mikraj adalah peristiwa spiritual yang langsung dialaminya sendiri bukan teori belaka. Lho… bukankah Isra Mikraj itu hanya untuk Nabi Muhammad saja? Nah doktrin seperti inilah yang telah banyak memasung pemikiran umat Islam. Pendapat ulama dijadikan taklid, harga mati yang tidak bisa dirubah. Padahal pendapat ulama itu hanya untuk dijadikan referensi saja. Ibarat makanan, jangan ditelan mentah-mentah. Kunyahlah dulu. Untuk itu, carilah guru atau ulama sebanyak-banyaknya. Jangan hanya cari ulama yang levelnya “SD” tapi cari juga ulama yang levelnya “SMP” , “SMA”, “S1” dan. seterusnya. Jangan hanya belajar dari ulama yang sering muncul di televisi saja tapi belajarlah juga ulama lain yang lebih tinggi ilmunya. Ulama ini tidak muncul kepermukaan karena tidak mau menjadi selebritis. Mereka harus dicari!. Kalau kita hanya belajar dari ulama level SD ya pengetahuan kita tidak akan pernah berkembang. Bagai katak dalam tempurung. Merasa cukup dengan ilmu yang dimiliki dan yang ditingkatkan pun hanya ibadah ritual saja. Padahal ilmu Allah itu teramat sangat luas dan ini justru menjadi tantangan umat Islam abad modern untuk terus mengkaji Al Quran sesuai perkembangan jaman. Kalau kita taklid kepada pendapat seorang ulama, memangnya ketika kita mati, ulama tersebut mau bertanggung jawab kepada kita? Nah karena tiap manusia itu sendirian ketika meninggal maka manusia itu sendiri yang harus menentukan jalan hidupnya. Segala pendapat atau tafsiran hendaknya hanya dijadikan referensi saja. Termasuk postingan yang anda baca inipun hanya bersifat referensi untuk mendekati. kebenaran. Kitalah nantinya yang akan menemukan kebenaran itu sendiri setelah diberi petunjuk Tuhan – tentu kita juga harus meminta petunjuk-Nya terlebih dahulu. Saya tidak mengatakan pendapat saya di postingan ini adalah yang paling benar. Sekali lagi tidak! Karena kebenaran hanyalah milik Allah semata. Dan saya tidak mau ikut-ikutan sebagian orang Islam yang mengatas namakan kebenaran dari Tuhan lalu dengan seenaknya mengatakan orang lain sesat, kafir bahkan melakukan tindak kekerasaan kepada orang lain yang tidak sependapat/sealiran dengan mereka. Sesat adalah menyimpang dari kebenaran dan yang empunya kebenaran adalah Allah. Jadi Allah-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menentukan sesat atau tidaknya seseorang. Simak ayat berikut ini “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa”. An Najm 53 32 “Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk” Al An’aam 6 117 Rasulullah saw telah bersabda”Wahai manusia… Bertaubatlah kalian kepada ALLAH Azza Wa Jalla, sebelum mati dan cepat-cepatlah melakukan perbuatan-perbuatan baik sebelum sibuk; Perbaikilah hubunganmu dengan TUHAN-mu, niscaya kalian bahagia; Banyak-banyaklah bersedekah, nescaya kalian mendapatkan rezeki; Perintahlah berbuat baik, nescaya kalian terjaga; dan Cegahlah perbuatan mungkar, nescaya kalian menang.””Wahai manusia… Sesungguhnya orang yang paling cerdik di antara kalian adalah orang yang paling banyak mengingat mati; dan Orang yang paling kuat di antara kalian adalah orang yang paling baik mempersiapkan diri untuk mati; Ingatlah! Di antara tanda-tanda orang berakal adalah dapat menghindar dari tipudaya dan kembali ke jalan yang kekal, mempersiapkan bekal untuk di kubur dan bersiap-siap menghadapi hari Kiamat” ♪♫♪♫♪♫ Silahkan di Share / Bagikan Semoga bisa bermanfaat buat yang lain juga ☆☆☆☆☆ Salam Jaya… Satu Nusa Satu Bangsa, Indonesia Raya From Martapura OKU Timur Sumatera Selatan ☆☆☆☆☆ iytVu.